JATIMTIMES- Shell atau SPBU swasta di berbagai daerah di Indonesia sempat tidak terlalu banyak dilirik oleh masyarakat. Namun, namanya naik setelah kasus oplosan Pertamax di Pertamina mencuat. Banyak konsumen mulai beralih ke SPBU swasta, salah satunya Shell ini, yang dikenal dengan kualitas bahan bakar dan pelayanannya.
Belakangan, Shell kembali jadi sorotan karena isu kelangkaan stok BBM yang diduga karena adanya monopoli serta rumor pemutusan hubungan kerja pada karyawannya.
Lalu, bagaimana sebenarnya sejarah Shell?
Baca Juga : Sengketa Tanah: Warga Darmo Hill vs Pertamina, Wawali Armuji Siap Dampingi
Tahukah Sobat JatimTIMES, awal mula Shell bukanlah perusahaan minyak, melainkan toko kecil di London. Pada abad ke-19, Marcus Samuel membuka usaha yang menjual barang antik dan kerang laut hias. Kerang kala itu sangat populer di kalangan masyarakat Victoria, baik sebagai dekorasi maupun souvenir. Bisnis ini berkembang pesat hingga berubah menjadi usaha ekspor-impor. Dari sinilah nama dan logo kerang yang ikonik itu lahir, sebelum kemudian bertransformasi menjadi raksasa energi dunia.
Sejarah Shell sebagai perusahaan minyak dimulai pada 1890-an ketika Marcus Samuel Junior melakukan perjalanan bisnis ke Jepang. Pria kelahiran London, 5 November 1853 itu tertarik dengan industri perminyakan dan melihat peluang dalam pengangkutan minyak. Ia membeli armada kapal tanker dan pada 1892 sukses melintasi Terusan Suez. menjadikan Shell Transport and Trading Company berdiri pada 1897. Nama “Shell” diambil dari usaha dagang ayahnya yang paling menguntungkan, yaitu kerang laut hias.
Sementara itu, di Sumatra lahir Royal Dutch Company (1890) yang kemudian dipimpin Henri Deterding. Ia ingin menjadikan Royal Dutch kekuatan besar untuk menandingi dominasi Standard Oil dari Amerika. Melihat kesamaan visi, Deterding menggandeng Samuel untuk bekerja sama.
Baca Juga : Ranking FIFA September 2025: Timnas Indonesia Turun ke Posisi 119, Malaysia Kian Dekat
Setelah negosiasi panjang, pada 1902–1903 keduanya membentuk Asiatic Petroleum Company. Puncaknya, pada 1907 Royal Dutch dan Shell resmi bergabung menjadi Royal Dutch Shell Group dengan struktur unik: Royal Dutch menguasai 60% saham dan Shell 40%. Model ini bertahan hampir seabad hingga 2005, sebelum dilebur menjadi Royal Dutch Shell, atau lebih dikenal hanya sebagai Shell.
Sejarah Shell yang panjang membuktikan ketangguhannya di panggung global. Tapi di Indonesia, raksasa ini tengah terseok. Akankah Shell menemukan cara untuk bertahan, atau justru kehilangan daya dan mati pelan-pelan di Indonesia?