Khofifah Minta Menkeu Naikkan DBHCHT untuk Tutup Defisit Jatim
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
Sri Kurnia Mahiruni
08 - Oct - 2025, 08:28
JATIMTIMES – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meminta pemerintah pusat menaikkan porsi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dari 3 persen menjadi 10 persen. Usulan itu disampaikannya langsung kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebagai salah satu langkah menutup defisit fiskal yang kini menghantam pemerintah provinsi serta kabupaten dan kota di Jawa Timur.
Pernyataan tersebut disampaikan Khofifah kepada awak media usai berziarah ke Makam Bung Karno di Kota Blitar, Rabu (8/9/2025), dalam rangka peringatan HUT ke-80 Pemprov Jawa Timur. Bagi Khofifah, momentum itu bukan sekadar seremoni, melainkan refleksi atas tantangan fiskal yang tengah dihadapi daerah.
Baca Juga : Holding BUMN Danareksa dukung UMKM Perluas Akses Pasar di Jatim Fest 2025
“Kalau dana transfer daerah turun, sementara DBHCHT dinaikkan dari 3 persen menjadi 10 persen, kebutuhan kabupaten/kota relatif masih bisa tercover,” ujar Khofifah.
Langkah itu, menurutnya, bukan sekadar usul tambahan dana, melainkan strategi menjaga keberlanjutan layanan publik di tengah tekanan fiskal. “Pemerintah daerah harus menjadi garda terdepan pelayanan publik. Itu hanya bisa terwujud kalau pusat dan daerah duduk bersama, bukan saling menyalahkan,” tegasnya.
Berdasarkan data Pemprov Jatim, seluruh 37 kabupaten/kota di Jawa Timur mengalami penurunan dana transfer daerah tahun ini, dengan total penurunan mencapai Rp16,7 triliun. Hanya Kabupaten Sumenep yang mengalami kenaikan, sebesar Rp20 miliar.
Kota Blitar, misalnya, mengalami pemotongan Rp114 miliar, sementara secara keseluruhan Pemprov Jatim kehilangan Rp2,8 triliun dari pos dana transfer, ditambah Rp4,8 triliun dari pos obsen pajak kendaraan bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
Situasi ini, kata Khofifah, berpotensi menekan belanja wajib (mandatory spending) yang dialokasikan untuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar. “Kalau pengurangan terlalu dalam, dikhawatirkan akan menyentuh layanan dasar masyarakat,” ujarnya.
Lima hari sebelum ziarah di Blitar, Khofifah menggelar pertemuan langsung dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di Surabaya. Dalam dialog tersebut, ia membawa data rinci tentang penurunan pendapatan dan dampaknya bagi kabupaten/kota di Jawa Timur.
Menurutnya, pendekatan dialog menjadi kunci menjaga komunikasi fiskal yang sehat antara pemerintah pusat dan daerah. “Saya tidak dalam posisi mengeluh, tapi memberi masukan berbasis data. Dan Pak Menteri cukup terbuka mendengarkan itu,” kata Khofifah.
Ia menyebut, beberapa daerah seperti Lumajang bahkan menghadapi tekanan berat dalam pembiayaan operasional rutin. “Untuk gaji pegawai saja mungkin hanya cukup sampai Agustus atau September,” ujarnya.
Mendengar laporan tersebut, Menteri Keuangan disebut meminta catatan rinci dari Jawa Timur dan menjadikannya bahan evaluasi nasional. “Beliau bahkan meminta data hanya untuk Jawa Timur.Setelah itu, beliau mengonfirmasi ke provinsi lain," kata Khofifah.
Langkah ini menandakan, masukan dari Jawa Timur menjadi referensi penting dalam evaluasi fiskal nasional.
Dalam wawancara santai namun substantif, Khofifah menegaskan bahwa dirinya tidak sedang memperjuangkan kepentingan sempit. Ia membawa aspirasi kolektif daerah yang terdampak kebijakan pemotongan anggaran.
Baca Juga : STIE Malangkucecwara Perkuat Literasi Keuangan Mahasiswa Lewat Studi Visit ke OJK Malang
“Saya baru pulang dari misi dagang di Sumatera Selatan. Di sana juga mengalami penurunan dana transfer Rp2 triliun. Ini bukan hanya soal Jawa Timur, tapi soal keberlanjutan layanan publik di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Khofifah menilai, komunikasi fiskal harus menjadi bagian dari pemerintahan modern yang berorientasi pada sinergi, bukan subordinasi. “Kalau kita terbuka, berdialog, dan berbagi data, pusat bisa melihat realitas di daerah secara utuh,” ujarnya.
Usai berdialog dengan pemerintah pusat, Khofifah melanjutkan rangkaian HUT ke-80 Pemprov Jatim dengan berziarah ke Makam Bung Karno di Kota Blitar. Di bawah langit yang teduh, suasana ziarah berlangsung khidmat. Bagi Khofifah, ziarah itu menjadi simbol refleksi atas perjuangan bangsa sekaligus tekad menjaga kesinambungan pembangunan.
“Kita ini bukan sedang berhitung angka-angka semata, tapi sedang menjaga keberlanjutan pelayanan publik. Karena dari sanalah wajah kehadiran negara terlihat,” katanya dengan nada mantap.
Bagi Khofifah, diplomasi fiskal adalah bentuk nyata dari semangat gotong royong antarlevel pemerintahan. Ia memilih jalur dialog, bukan konfrontasi; data, bukan emosi.
Meski tekanan fiskal masih membayangi hingga pertengahan 2026, Khofifah yakin koordinasi yang kuat dengan pemerintah pusat akan menghasilkan solusi berkelanjutan. Keterbukaan Menteri Keuangan dinilainya sebagai sinyal positif.
“Kita berihtiar bersama. Kalau pusat dan daerah saling memahami, beban ini bisa kita pikul bareng,” tuturnya.
Di tengah tantangan fiskal, langkah Khofifah bukan sekadar menambal defisit, tetapi meneguhkan arah baru tata kelola keuangan daerah: berbasis data, dialog, dan empati.